Pages

Subscribe:

Menu

Pages

Blogroll

Rabu, 06 Maret 2013

 Lindungi Sang Putri Dari Badai Salju, Ayah Tewas Membeku 





Kisah nyata ini terjadi beberapa hari lalu di Jepang. Di Negeri Bunga Sakura tersebut, sedang terjadi perubahan cuaca ekstrim. Badai salju menerpa Jepang Utara beberapa hari ini. Di balik peristiwa tersebut, sebuah peristiwa menyayat hati terjadi. Seorang ayah kehilangan nyawa demi melindungi putrinya dari badai salju. Berita ini dilansir Huffingtonpost.
 Meninggal Dalam Kondisi Memeluk Sang Putri
Seorang nelayan bernama Mikio Okada berusia 53 tahun ditemukan tewas membeku karena melindungi putrinya yang bernama Natsune. Sang ayah melindungi putrinya yang masih berusia 9 tahun dari badai salju yang sangat dingin. Saat badai salju dingin itu datang, Mikio dalam perjalanan pulang ke rumah bersama Natsune. Insting melindungi membuat Mikio melindungi putrinya terlebih dahulu.
Karena mereka berdua tidak kunjung sampai ke rumah, keluarga mereka meminta bantuan tim penyelamat. Saat ditemukan, Mikio dinyatakan meninggal dunia dan membeku dalam kondisi sedang memeluk putrinya. Sementara itu, Natsune dalam kondisi sedang memakai jaket milik ayahnya. The Japan Times melaporkan bahwa kondisi Natsune baik-baik saja walaupun harus dirawat di rumah sakit. Saat berita ini diturunkan Huffingtonpost, kondisi Natsune sudah lebih baik.
Menjadi Yatim Piatu
Dengan meninggalnya sang ayah, Natsune menjadi yatim piatu. Dua tahun lalu ibunya meninggal, sehingga sosok ayahnya sangat berarti. Para tetangga mengatakan bahwa Mikio adalah ayah yang sangat baik dan penyayang. Nelayan itu rela terlambat bekerja demi bisa menikmati sarapan bersama putrinya.
Yang lebih mengiris hati, Mikio meninggal tepat di Hari Anak Perempuan. Di Jepang, perayaan ini sangat ditunggu-tunggu. Setiap rumah yang memiliki anak perempuan akan menyusun boneka-boneka di dalam rumah. Bahkan, Mikio sudah memesan kue untuk merayakan Hari Anak Perempuan bersama putrinya.
Semoga kisah mengharukan ini menjadi gambaran bahwa sebanyak apapun berita negatif tentang orang tua dan anak, masih banyak orang tua yang bersedia kehilangan nyawa untuk melindungi buah hatinya.

Sumber ; http://www.vemale.com/inspiring/lentera/20695-lindungi-sang-putri-dari-badai-salju-ayah-tewas-membeku.html

Sabtu, 23 Februari 2013

Lindungi Diri Dengan Jilbab Syar‘i


Islam mewajibkan seorang wanita untuk dijaga dan dipelihara dengan sesuatu yang tidak sama dengan kaum laki-laki. Wanita dikhususkan dengan perintah untuk berhijab (menutup diri dari laki-laki yang bukan mahram). Baik dengan mengenakan jilbab, maupun dengan betah tinggal di rumah dan tidak keluar rumah kecuali jika ada keperluan, berbeda dengan batasan hijab yang diwajibkan bagi laki-laki.
Allah ta‘ala telah menciptakan wanita tidak sama dengan laki-laki. Baik dalam postur tubuh, susunan anggota badan, maupun kondisi kejiwaannya. Dengan hikmah Allah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal, kedua jenis ini telah memunculkan perbedaan dalam sebagian hukum-hukum syar‘i, tugas, serta kewajiban yang sesuai dengan penciptaan dan kodrat masing-masing sehingga terwujudlah kemaslahatan hamba, kemakmuran alam, dan keteraturan hidup.
Wanita telah digariskan menjadi lentera rumah tangga sekaligus pendidik generasi mendatang. Oleh karena itu, ia harus menjaga kesuciannya, memiliki rasa malu yang tinggi, mulia, dan bertaqwa. Telah dimaklumi bahwa seorang wanita yang berhijab sesuai dengan apa yang dimaksudkan Allah dan Rasul-Nya, maka tidak akan diganggu orang yang dalam hatinya terdapat keinginan untuk berbuat tidak senonoh, serta akan terhindar dari mata-mata khianat.
Pengertian Jilbab
Ada beberapa pendapat di kalangan ulama tentang definisi jilbab. Ibnu Rajab mengatakan jilbab itu mala-ah (kain yang menutupi seluruh tubuh dari kepala sampai kaki yang dipakai melapisi baju bagian dalamnya, seperti jas hujan). Pendapat ini juga dipilih oleh al-Baghawi dalam tafsirnya dan al-Albani. Ada juga yang berpendapat jilbab itu sama dengan khimar alias kerudung sebagaimana disebutkan oleh an-Nawawi, Ibnu Hajar, dll. As-Sindi mengatakan, “Jilbab adalah kain yang digunakan oleh seorang perempuan untuk menutupi kepala, dada, dan punggung ketika keluar rumah.”
Syarat Jilbab
Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, seorang tokoh besar modern dalam bidang hadits, telah melakukan penelitian terhadap ayat-ayat al-Qur‘an dan sunnah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta atsar-atsar para ulama terdahulu mengenai masalah yang penting ini. Beliau mengatakan bahwa seorang wanita hanya diperbolehkan keluar dari rumahnya (begitu pun apabila di dalam rumahnya terdapat laki-laki yang bukan mahramnya) dengan mengenakan jilbab, yaitu berbagai jenis pakaian yang telah memenuhi syarat-syarat berikut ini:

Syarat pertama: menutupi seluruh tubuh kecuali bagian yang dikecualikan

Syarat ini tercantum dalam firman Allah ta‘ala, surat An-Nuur, ayat 31
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الإرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Katakanlah kepada wanita yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak darinya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung (khimar) ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara lelaki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.’” (Qs An Nuur: 31)
Begitu juga surat Al-Ahzaab, ayat 59,
Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Para ulama salaf dari kalangan sahabat dan tabi‘in memang berselisih pendapat mengenai tafsir “… dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak darinya …” (Qs An-Nuur: 31). Ada yang berpendapat bahwa perhiasan yang boleh nampak adalah pakaian bagian luar yang dikenakan wanita karena tidak mungkin disembunyikan, sebagaimana perkataan al-Hafidz Ibnu Katsir dalam tafsirnya. Sedangkan Ibnu Jarir rahimahullah lebih memilih wajah dan kedua telapak tangan sebagai perhiasan yang boleh ditampakkan, karena keduanya bukan termasuk aurat. Al-Albani juga berpendapat bolehnya seorang wanita menampakkan wajah dan kedua telapak tangan, namun beliau mengingatkan bahwa pendapat tersebut dibangun dengan syarat pada bagian wajah dan telapak tangan tidak terdapat perhiasan. Apabila terdapat perhiasan pada dua bagian tubuh tersebut seperti cincin, make up, dan lain-lain maka keduanya harus ditutupi, berdasarkan keumuman firman Allah ta’ala, “… dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya …” (Qs An-Nuur: 31).

Syarat kedua: bukan untuk berhias

Tujuan utama perintah memakai jilbab adalah untuk menutupi perhiasannya, sebagaimana dalil di atas. Oleh karena itu, jilbab yang dikenakan seorang wanita tidak boleh diperindah dengan perhiasan sehingga menarik perhatian dan pandangan kaum laki-laki. Fenomena memperindah pakaian yang dikenakan seorang muslimah ketika keluar rumah banyak terjadi di tengah masyarakat, contohnya adalah bordiran warna-warni, payet, pita sulam emas serta perak yang menyilaukan mata, dan lain sebagainya. Adapun warna pakaian selain putih dan hitam bukanlah termasuk kategori perhiasan, berdasarkan riwayat-riwayat yang menceritakan bahwa istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengenakan jubah berwarna merah.

Syarat ketiga dan keempat: bahannya tebal, tidak transparan, dan tidak menampakkan lekuk tubuh

Agar dapat tercapai tujuan tertutupnya aurat, maka jilbab yang dikenakan harus tebal dan tidak transparan yang dapat memperlihatkan warna kulit dan rambut. ‘Aisyahradhiyallahu ‘anha berkata, “Khimar adalah sesuatu yang dapat menyembunyikan kulit dan rambut.”
Selain tebal, pakaian tersebut juga tidak menggambarkan lekuk tubuh. Terkadang ada bahan pakaian yang tebal namun sangat halus sehingga melekat pada tubuh, atau bisa jadi karena ukurannya yang ketat sehingga nampak lekuk tubuh si pemakai. Usamah bin Zaid berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadaku, ‘Mengapa engkau tidak mengenakan baju Qubthiyah yang telah kuberikan?’ ‘Aku memberikannya kepada istriku,’ jawabkuMaka beliau berpesan, ‘Perintahkanlah istrimu agar memakai pakaian bagian dalam sebelum mengenakan baju Qubthiyah itu. Aku khawatir baju itu akan menggambarkan lekuk tubuhnya.’” (HR. Ahmad dan al-Baihaqi, hasan).

Syarat kelima: tidak ditaburi wewangian atau parfum

Kaum wanita dilarang menggunakan wewangian ketika keluar rumah berdasarkan banyak hadits. Salah satunya adalah hadist Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu: “Seorang wanita melintas di hadapan Abu Hurairah dan aroma wewangian yang dikenakan wanita tersebut tercium olehnya. Abu Hurairah pun bertanya, ‘Hai hamba wanita milik Al-Jabbar (Allah ta’ala)! Apakah kamu hendak ke masjid?’ ‘Benar,’ jawabnya. Abu Hurairah lantas bertanya lagi, ‘Apakah karena itu kamu memakai parfum?’ wanita tersebut menjawab, ‘Benar.’ Maka Abu Hurairah berkata, ‘Pulang dan mandilah kamu! Sungguh, aku pernah mendengar Rasulullah shallallhu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Allah tidak akan menerima shalat wanita yang keluar menuju masjid sementara bau wangi tercium darinya, hingga ia kembali ke rumahnya dan mandi.’” (HR. Al-Baihaqi, shahih)
Hadits ini menunjukkan haramnya seorang wanita keluar menuju masjid dengan memakai wewangian. Lalu bagaimana hukumnya  jika wanita tersebut hendak menuju tempat perbelanjaan, perkantoran atau jalanan umum? Tentu tidak diragukan lagi keharaman dan dosanya lebih besar walaupun seandainya suaminya mengizinkan.

Syarat keenam: tidak menyerupai pakaian laki-laki

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pria yang memakai pakaian wanita, dan wanita yang memakai pakaian pria.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, al-Hakim, dan Ahmad, shahih)
Adz-Dzahabi rahimahullah menggolongkan perbuatan menyerupai lawan jenis (tasyabbuh) termasuk dosa besar, berdasarkan kandungan hadits-hadits shahih dan ancaman keras yang disebutkan di dalamnya. Tasyabbuh yang dilarang dalam Islam berdasarkan dalil-dalil meliputi masalah pakaian, sifat-sifat tertentu, tingkah laku, dan yang semisalnya, bukan dalam hal perkara-perkara kebaikan. Alasan ditimpakannya laknat bagi pelaku tasyabbuhmenurut Syaikh Abu Muhammad bin Abu Jumrah adalah karena orang tersebut telah keluar dari tabi’at asli yang Allah ta’ala karuniakan bagi dirinya.

Syarat ketujuh: tidak menyerupai pakaian wanita kafir

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Sungguh, barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk golongan mereka.” (HR. Ahmad, hasan)
Meniru-niru penampilan lahiriah kaum musyrikin akan menghantarkan pada kesamaan akhlak dan perbuatan. Terdapat kaitan erat antara penampilan luar seseorang dengan keimanan yang ada dalam batin, keduanya akan saling mempengaruhi.

Syarat kedelapan: bukan merupakan pakaian yang mengundang sensasi di masyarakat (pakaian syuhrah)

Jilbab yang dipakai wanita muslimah tidak boleh mengundang sensasi atau nyeleneh, sehingga menjadi pusat perhatian orang, baik pakaian tersebut pakaian yang sangat mewah maupun murahan. Adapun penampilan yang sesuai dengan syari‘at namun berbeda dengan masyarakat pada umunya maka bukan termasuk dalam pakaian syuhrah.
“Barangsiapa yang memakai pakaian syuhrah di dunia, maka Allah akan memakaikan pakaian (kehinaan) yang serupa baginya pada hari kiamat, lalu Allah akan menyulutkan api pada pakaian itu.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah, hasan)
Kedelapan syarat di atas harus terpenuhi seluruhnya untuk mencapai makna jilbab yang dimaksudkan dalam Islam. Hendaklah kaum mukminah bersegera melaksanakan apa yang Allah ta’ala perintahkan, salah satunya yaitu untuk mengenakan jilbab sebagai bentuk ketaatan kepada Allah ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Cukuplah para shahabiyah di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai teladan bagi kita dalam melaksanakan perintah Allah ta’ala, sebagaimana yang dikatakan oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Sungguh wanita-wanita Quraisy memiliki keutamaan. Namun demi Allah, aku belum pernah menjumpai kaum wanita yang lebih utama, membenarkan kitabullah, dan lebih kuat keimanannya terhadap apa yang diturunkan Allah daripada wanita Anshar. Ketika Allah menurunkan surat An-Nuur (ayat 31), ‘Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya,’ para laki-laki Anshar pulang untuk membacakan ayat tersebut kapada istri, putri, saudarinya, serta para kerabatnya. Setelah mendengarnya, mereka pun langsung bangkit mengambil kain tirai rumahnya (lebar dan tebal), lalu menjadikannya kerudung; sebagai bentuk pembenaran dan keimanan terhadap hukum yang Allah ta’ala turunkan melalui kitab-Nya.”
Ya Allah, tutupilah aurat kami (aib dan sesuatu yang tidak layak dilihat orang) dan tentramkanlah kami dari rasa takut.
Wa shallallaahu ‘ala nabiyyina Muhammadin walhamdu lillaahi Rabbil ‘aalamin.
***
Artikel Buletin Zuhairah
Penulis: Nirmala Ayuningtyas
Murajaah: Ustadz Adika Minaoki
Referensi:
  • Kriteria Busana Muslimah [terj. Jilbaab Mar-ah Muslimah fil Kitaab was Sunnah], Muhammad Nashiruddin al-Albani, Pustaka Imam Syafi‘i.
  • Menjaga Kehormatan Muslimah [terj. Hiraasah al-Fadhilah], Syaikh Bakr Abdullah Abu Zaid, Daar an-Naba’.
  • Artikel “Jilbab atau Khimar”, Aris Munandar, www.ustadzaris.com

Kamis, 21 Februari 2013

Puisi Cinta Karya Pak Habibie Untuk Mengenang Ibu Ainun



Cinta sejati tidak akan pernah padam, walaupun raga sudah pergi menghadap sang Pencipta.
Keabadian cinta sejati yang diberikan bapak BJ Habibie kepada ibu Ainun tidak hanya dirasakan mereka berdua, tetapi juga dirasakan seluruh warga Indonesia. Saat berita wafatnya ibu Ainun tersebar, kita bisa melihat sendiri bagaimana bapak Habibie sangat kehilangan. Saat kesedihan dalam wajah terpancar, maka kesedihan dan rasa kehilangan itu menyentuh hati kita. Kita bisa merasakan betapa besar cinta seorang BJ Habibie kepada mendiang istrinya.
Seribu hari telah berlalu. Pada tanggal 15 Februari 2013, berlangsung peringatan 1.000 hari wafatnya Ainun di kediaman Habibie, Jl. Patra Kuningan XIII, Jakarta Selatan. Dalam acara tersebut, bapak Habibie menuliskan sebuah puisi cinta untuk ibu Ainun. Inilah puisi yang menggambarkan betapa dalam rasa cinta beliau.

SERIBU
Sudah seribu hari Ainun pindah ke dimensi dan keadaan berbeda.
Lingkunganmu, kemampuanmu, dan kebutuhanmu pula berbeda.
Karena cinta murni, suci, sejati, sempurna dan abadi tak berbeda.
Kita tetap manunggal, menyatu dan tak berbeda sepanjang masa.

Ragamu di Taman Pahlawan bersama Pahlawan bangsa lainnya.
Jiwa, roh, bathin dan nuranimu menyatu denganku.
Di mana ada Ainun ada Habibie, di mana ada Habibie ada Ainun.
Tetap manunggal dan menyatu tak terpisahkan lagi sepanjang masa.

"Titipan Allah bibit cinta Ilahi pada tiap insan kehidupan di mana pun.
Sesuai keinginan, kemampuan, kekuatan dan kehendak-Mu Allah.
Kami siram dengan kasih sayang, cinta, iman, taqwa dan budaya kami,
Yang murni, suci, sejati, sempurna dan abadi sepanjang masa.

Allah, lindungi kami dari godaan, gangguan mencemari cinta kami.
Perekat kami menyatu, manunggal jiwa, roh, bathin dan nurani kami.
Di mana pun, dalam keadaan apa pun kami tetap tak terpisahkan lagi.
Seribu hari, seribu tahun, seribu juta tahun.. sampai akhirat.

Bacharuddin Jusuf Habibie
Jakarta, 15 Februari 2013 
Semoga cinta abadi ini tidak hanya dirasakan oleh bapak Habibie dan ibu Ainun, semoga kita juga merasakan cinta sejati yang sama.

Rabu, 20 Februari 2013

Kematian Yang Indah: Meninggal Dalam Keadaan Bersujud

Ini adalah kisah nyata yang terjadi pada tahun 2010 lalu. Kejadian ini terekam dalam sebuah CCTV dan menjadi buah bibir karena begitu menggetarkan hati dan mengharukan. Mengingatkan kita akan akhir hidup yang indah, yang diinginkan oleh semua insan.
Saat itu pukul 11: 08 pada tanggal 1 Januari 2010, seperti tertera dalam kamera CCTV. Tampak seorang bapak yang sedang menjalankan ibadah sholat. Tidak banyak orang yang sedang beribadah, hanya bapak ini dan satu sampai dua orang yang sedang berlalu-lalang di dalam masjid.
Muslim ini menjalankan sholat sekitar dua rakaat. Ia masih nampak baik-baik saja. Namun setelah melakukan salam dan berdzikir beberapa saat, perlahan-lahan ia nampak merunduk dan makin merunduk. Ia seperti orang yang sedang bersujud, dan saat itu tak ada seorang pun yang sedang memperhatikannya meski ada 2 orang di dalam masjid yang masih berlalu lalang.
Saat itu tepat pukul 11.11 tak ada yang menyadari bahwa bapak itu tak kunjung bangun dari sujudnya. Baru 10 menit kemudian, seorang bapak lain menghampiri karena nampak curiga. Ia beberapa kali menghampiri pria yang bersujud tersebut. Satu menit kemudian, semua orang baru menyadari bahwa bapak ini telah meninggal dalam keadaan bersujud.
Orang-orang pun berdatangan dan menghampiri almarhum. Membantu menelentangkannya kembali dan mungkin terhenyak melihat peristiwa yang mengagumkan ini.Semakin banyak orang yang berduyun-duyun menghampiri almarhum.
Kisah bapak yang meninggal saat sujud ini menggugah hati dan jiwa. Semua orang ingin meninggal dalam keadaan yang indah, namun sudahkah kita mempersiapkan diri kita untuk dipanggil oleh-Nya sewaktu-waktu? Sungguh beruntung bapak ini yang masih bisa bersujud dan menyebut nama Allah hingga di akhir hayatnya. Kepergiannya menjadi saksi mengenai kebesaran Allah.
Ini adalah kisah kematian yang indah. Semoga kita termasuk orang-orang beruntung dan dimudahkan saat akhir hayat menjemput. Manusia berasal dari Allah dan semoga kembali pada tempat yang baik di sisi Allah SWT.


sumber: Vemale.com

7 Keajaiban Dunia (Yang Sesungguhnya)

Murid-murid sebuah sekolah mengah pertama di Chicago sedang belajar tentang 7 Keajaiban Dunia. Di akhir pelajaran, para murid diminta untuk membuat daftar apa saja yang mereka anggap sebagai 7 Keajaiban Dunia. Meskipun ada beberapa pendapat yang berbeda, hasil yang paling banyak menunjukkan bahwa 7 Keajaiban Dunia adalah:

1. Piramida terbesar di Mesir
2. Taj Mahal di India
3. Grand Canyon di Arizona
4. Terusan Panama
5. The Empire State di New York
6. Basilika Santo Petrus
7. Tembok besar China

Sambil mengumpulkan daftar tentang 7 Keajaiban Dunia tersebut, sang guru memperhatikan seorang siswa, seorang gadis yang pendiam. Gadis ini masih sibuk dengan daftarnya, jadi sang guru bertanya apakah dia mempunyai masalah dengan tugasnya. Si gadis pendiam ini menjawab, "Iya, ada sedikit masalah. Saya bingung menentukan 7 Keajaiban Dunia karena ada begitu banyak keajaiban di dunia ini." Gurunya menjawab, "Baik, katakan pada kita daftar yang kamu punya, dan mungkin kita dapat membantu."
Si gadis sedikit ragu, lalu membaca daftar yang ia punya, "Saya rasa 7 Keajaiban Dunia adalah:

1. Bisa menyentuh
2. Bisa berbicara
3. Bisa melihat
4. Bisa mendengar (Dia kembali ragu, lalu kembali berbicara..)
5. Bisa merasa
6. Bisa tertawa
7. Dan bisa mencintai"

Ruang kelas itu sunyi seketika, bahkan semua orang bisa mendengar bila ada koin yang terjatuh di ruangan tersebut.
Kisah ini sedikit mengingatkan kita bahwa kadang hal-hal kecil dan terlihat biasa adalah hal terindah yang kita miliki. Kita lupa untuk bersyukur akan apa yang kita punya, sedangkan di luar sana banyak orang yang tidak dapat mendengar, buta, tidak dapat tertawa karena dirundung duka, serta perang yang terjadi di mana-manapun menunjukkan kurangnya kita mencintai sesama.
Bersyukur pada hal-hal kecil akan membuat kita menghargai apa yang kita miliki. Membuat dunia terasa indah dengan cinta dan kedamaian adalah keajaiban yang tidak pernah kita sadari. So, be thankful to God for everything He has given for us!

sumber: vemale.com

Memberi Senyuman Kepada Laki-laki Yang Bukan Mahram

Pertanyaan:
Apa hukumnya bila seorang wanita memberi senyuman kepada sekumpulan laki-laki agar mereka merasa bahwa mereka adalah saudara kita dan kita adalah saudara mereka. Apa hukum senyuman wanita kepada laki-laki dan sebaliknya senyuman laki-laki kepada wanita secara umum?

Jawab:
Alhamdulillah,
Pertama,
Kewajiban seorang wanita adalah menutupi wajahnya dari pandangan laki-laki yang bukan mahram. Hal ini berdasarkan banyak dalil yang telah disebutkan. Dengan demikian seorang wanita jelas tidak diperbolehkan menebar senyuman kepada laki-laki yang bukan mahram.

Kedua,
Banyak sekali dalil syar’i yang melarang segala sesuatu yang bisa mendatangkan fitnah perempaun bagi laki-laki ataupun sebaliknya.
Diantara larangan tersebut adalah jabat tangan lawan jenis yang bukan mahram, berdua-duan, mendayu-dayukan suara, wanita yang keluar rumah dengan memakai minyak wangi hingga tercium baunya, larangan lainnya adalah laki-laki melihat perempaun dan perempuan melihat laki-laki disertai dengan syahwat..
Adapun senyuman wanita kepada laki-laki yang bukan mahram dengan tujuan sebagaimana yang Anda sebutkan seperti melembutkan hati atau semata-mata berbuat baik maka tindakan ini berkonsekwensi adanya pandangan satu dengan yang lainnya. Hal ini tentu hukumnya terlarang. Berdasarkan firman Allah Ta’ala,

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ . وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

"Katakanlah (wahai Muhammad) kepada orang-orang lelaki yang beriman supaya mereka menyekat pandangan mereka (dari memandang yang haram), dan memelihara kehormatan mereka. Yang demikian itu lebih suci bagi mereka sesungguhnya Allah Amat Mendalam PengetahuanNya tentang apa yang mereka kerjakan. Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita". (Qs. Nur 31)

Senyuman semacam ini terkadang membekas di hati. Minimal, seperti halnya pengaruh suara yang dilembutkan hingga terjadilah fitnah yang Allah peringatkan dalam firmanNya,

يَا نِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِنَ النِّسَاءِ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَعْرُوفًا

“Hai istri-istri nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita lain, jika kamu bertaqwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik” (Qs Ah Ahzab 32)

Lembaga Fatwa Saudi (Lajnah Daimah Lil Ifta’) pernah ditanya,
Apa hukumnya bila seorang wanita memberi senyuman kepada laki-laki yang bukan mahram tanpa memperlihatkan giginya dan tanpa suara?

Jawab,
Diharamkan bagi seorang wanita menyingkap wajahnya dan memberi senyuman kepada laki-laki yang bukan mahram. Demikian ini dikarenakan bahaya yang ditimbulkannya.
Wabillahittaufiq, washallallahu’ala Nabiyyina Muhammad wa alihi washahbihi wasallam.
Allajnah addaimah lilbuhuts al’ilmiyyah wal ifta’
Abdul’Aziz bin Abdillah bin Baz…Abdurrazzaq ‘Afifi…Abdullah bin Ghudyan. Demikian nukilan dari Fatawa Allajnah Ad Daimah (17/25)
Adapun (adab) seseorang kepada masyarakat muslim hendaknya ia memuliakan mereka,menghargai dan menghormati mereka tanpa terjatuh pada perkara yang dilarang. Laki-laki tentunya hanya berkumpul dengan laki-laki, sementara Wanita saling tolong menolong sesama wanita. Maka akan Anda dapati banyak sekali muslimah yang membutuhkan perhatian dan kebaikan Anda.
Semoga Allah menambahkan taufiq dan kebenaran pada kami dan Anda.
Wallahua’lam
***
artikel muslimah.or.id
Sumber : http://islamqa.info/ar/ref/102415
Diterjemahkan oleh Tim Penerjemah Muslimah.Or.Id

Selasa, 19 Februari 2013

Bebek Busuk Jangan di Ikuti


Kawan pernahkah kita berada dalam suatu barisan yang panjang dalam keadaan gelap gulita tanpa bisa melihat siapa yang ada di barisan depan kita karena saking gelapnya, kita hanya mengikuti suara langkah kakinya tanpa mengetahui maksud dan tujuan utamanya. Tanpa sadar kita telah berada di depan parit yang menganga, satu per satu orang yang berada di depan kita terjerembab dalam parit tersebut hingga kita tinggal menunggu waktu untuk terjebak dalam parit itu. Atau, pernahkah kau melihat daun yang berjatuhan dari ranting pohon di tepi sungai. Perlahan daun-daun itu hanyut terbawa oleh derasnya arus sungai, makin lama kian jauh dari tempat jatuhnya seiring dengan makin derasnya arus yang menyeret, hingga sampailah daun-daun itu pada suatu tebing yang tinggi lagi curam. Hampir pasti semua daun akan jatuh dari tebing yang curam itu bersama derasnya air terjun yang mengalir. Beberapa daun tertahan oleh kokohnya bebatuan sungai hingga perjalanannya terhenti dan tidak turut hanyut sampai tebing yang curam. Namun yang tertahan itu tidak banyak, hanya beberapa helai daun saja. Disadari atau tidak, seperti inilah kondisi saat-saat masa mudamu kawan. Mudah terbawa arus trend masa kini dan cenderung ikut-ikutan. Sayangnya, kita tak mengerti tentang makna dari gaya hidup yang kita tiru itu. Kita menutup mata akan akibat yang disebabkan dari perbuatan meniru budaya suatu kaum, terlebih kaum itu adalah kaum yang sebagian besar penduduknya adalah non-islam. Hingga kita terbuai dibuatnya, seolah menirunya adalah syurga dunia, tak ayal, semua yang berhubungan dengan gaya hidup ala barat pun diikuti dan dibela mati-matian.
      Coba kita tilik kehidupan dari Negara yang kita ikuti kebiasaan hidup dan budayanya. Budaya yang kita bangga dengannya dan kerap diagung-agungkan. Pergaulan bebas seringkali terjadi di kalangan pemudanya hingga menyebabkan hamil di luar nikah, minum minuman keras sudah menjadi teman hidup mereka di saat mereka tengah berada dalam masalah hidup, kekerasan rumah tangga menjadi berita yang selalu hangat disiarkan tiap harinya, juga kerusakan-kerusakan lainnya sudah menjadi hal yang lumrah terjadi disana. Innalillahi… jika keseharian mereka saja demikian, patutkah kita mengekor di belakangnya?! Lalu kenapa kita ngotot ingin meniru kebiasaan mereka yang jauh dari nilai-nilai Islam. Tidakkah kita melihat kerusakan itu kebanyakan disebabkan oleh kaum pemuda?! Jangan hanya karena ingin dibilang keren, lantas serta merta kita menjadi bebek mengekor pada mereka. Benarlah bahwa kemajuan teknologi umumnya datang dari Negara-negara mereka, tapi cukuplah hanya di bidang kemajuan teknologi saja yang kita tiru karena berdakwah saat ini pun tak lepas dari kecanggihan teknologi. Kita masih punya kebudayaaan-kebudayaan agung yang lebih berkah dan diridhoi Sang Pemilik Alam Semesta, yakni kebudayaan Islam. Keseharian dan gaya hidup nabi kita yang patut kita contoh, karena inilah jalan keselamatan, yakni dengan mempelajari, mengamalkan dan mendakwahkan apa yang diwahyukan AllahI kepada rasul-Nya. Bukan amalan yang baik menurut kebanyakan orang, karena sesuatu yang baik menurut kebanyakan orang, belum tentu baik bagi AllahI dan rasul-Nyar. Allah subhanahuwata’ala berfirman, “boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu,” (Albaqarah:216). Tidak ada satu pun kebaikan kecuali telah rasulullah tunjukan kepada umatnya. Pun demikian, tidak ada satu keburukan melainkan telah beliau peringatkan agar tidak dikerjakan oleh umatnya.
Dari Abu Hurairaht Nabi shalallahualaihiwassalam bersabda: “Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jalan generasi sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” Lalu ada yang menanyakan pada rasulullah, “apakah mereka itu mengikuti seperti Persia dan romawi?” beliau menjawab, “Selain mereka, lantas siapa lagi?” (H.R. Bukhari). Dalam riwayat lain, dari Abu Sa'id Alkhudrit ia berkata bahwa Rasulullahr bersabda: “Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhab (lubang hewan tanah yang berliku), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) bertanya, “Apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nasrani?”  beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?” (H.R.Bukhari). Hadits ini memberi gambaran bahwa kelak kebiasaan sebagian kaum muslimin sangat mirip sekali dengan kebiasaan orang-orang Yahudi dan Nasrani. Musibah jika pemuda saat ini membiarkan diri mereka menyerupai kebiasaan-kebiasaan yang bukan datang dari Islam. Mereka menyerupai semua model pakaian yang berasal dari budaya barat. Jika ada model baru, mereka langsung membeli dan memakainya, tanpa memperhitungkan harganya. Parahnya, sebagian orang beranggapan mengikuti perkembangan model pakaian dan tradisi barat adalah sebuah kebutuhan hidup dan tak bisa lepas dari kehidupan seseorang. Tak heran jika perkembangan yang mereka anggap sebagai budaya diikuti hingga teliti. Jika sudah demikian maka dimana kecintaan kita terhadap Islam? dimana kecemburuan kita dengan agama? Dimana prinsip kita untuk komitmen terhadap agama? Sudah menjadi kewajiban bagi kita untuk selalu waspada dan hati-hati agar tidak terjerumus dari perbuatan membebek kebudayaan mereka baik dalam adat istiadat, pakaian maupun cara hidup mereka. Adalah sebuah kewajiban untuk merasa mulia dengan agama yang kita anut, berpegang teguh dengan etika Islam serta melestarikannya dengan cara khas Islam.
AllahI juga berfirman, “(kepada Malaikat diperintahkan): Kumpulkanlah orang-orang yang zhalim beserta teman-teman sejawat mereka” (Ash-Shoffat: 22). Menurut penjelasan sejumlah pakar tafsir, yang dimaksud dengan teman sejawat dalam ayat ini adalah orang-orang yang semisal dengan mereka. Artinya, setiap orang akan dibangkitkan bersama dengan orang-orang yang memiliki amal yang serupa dengan dirinya. Sudikah kiranya kita pada hari kiamat kelak dibangkitkan bersama dengan orang kafir atau bersama dengan pelaku maksiat.
Kawan, sadarlah dengan ancaman pengrusakan ini, jangan kau terlena dengannya. Jangan ikuti sesuatu yang tidak kita ketahui tentangnya, karena setiap tingkah laku akan dimintai pertanggungjawabannya di akherat kelak. Bukankah Allah telah berfirman “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang tidak kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sungguh, pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya” (Al-Isra:36). Jadi sadarlah akan bahaya ini kawan, jangan mudah terpengaruh dan terbawa arus yang mengatasnamakan modernisasi, globalisasi atau trend masa kini. Selamatkan diri dari mengikuti budaya yang jelas-jelas bukan datang dari Islam. Jika terlanjur telah mengikuti kebiasaan buruk itu, tak apa, tinggalkan mulai dari sekarang. Perlahan tapi pasti insyaAllah kita bisa menanggalkannya. Berkawanlah dengan orang-orang yang sering kita menerima nasehat darinya. Tapi juga jangan lupakan teman-teman yang sudah terseret jauh dari akhlak Islam. Rangkul kembali ia, agar bisa bersama-sama mereguk hidayah Islam yang sebenarnya tiap orang membutuhkan siaraman hidayah itu karena setiap tetesnya melegakan dahaga peminumnya.
“Ah, selagi budaya yang diikuti baik, kenapa ngga?”
“Please deh, ini kan zaman modern bro..wajar donk kalo pakaian gw modis & kebarat-baratan?”
“Biarlah apa kata orang, yang penting gw nge-trend?”
Demikian ucapan sebagian pemuda zaman ini yang mengagungkan kebudayaan barat. Hati manusia bisa saja berubah setiap saat dan setiap manusia punya kesempatan merubah hidupnya untuk menjadi lebih baik. Oleh karena itu sadarkan dirimu wahai kawan. Segeralah, Engkau tak punya banyak waktu. Musuh akan datang menghampiri dan menggerus dinding iman kita. Orang yang benar-benar cerdas adalah orang yang menundukkan hawa nafsunya kemudian mempersiapkan bekal untuk kehidupan akherat kelak. Sedangkan orang yang tak berdaya sesungguhnya adalah orang yang hanya memperturutkan keinginan hawa nafsunya dan menggantungkan angan-angannya yang kosong.
Kawan, pernahkah kita pergi ke suatu tempat yang jauh dari tempat tinggal kita kemudian setelah beberapa lama ada kerinduan untuk kembali kepada kampung halaman, semakin hari semakin besar dan membuncah keinginan untuk kembali ke tanah kelahiran. Bahkan kerinduan itu semakin besar saat kita justru semakin menjauh dari kampung halaman kita. Ketahuilah kawan, maka demikian juga dengan kondisi hati yang jauh dari hidayah AllahI. Semakin jauh ia dari cahaya iman maka semakin besar pula keinginan hatinya untuk mencari hidayah. Ibarat bola yang dihentakkan ke tanah, semakin besar daya hentak yang diberikan maka semakin kuat pula lonjakannya. Seperti itulah jika seseorang jauh dari agama, andaipun terlihat ia seperti menikmati kemaksiatannya namun sinyal kebaikannya selalu mengajaknya untuk cenderung kepada kebaikan. Penyimpangan yang dilakukannya menumbuhkan perasaan bersalah terhadap dirinya. Inilah fitrah yang diberikan Allah kepada setiap manusia. Tak bisa dilihat oleh kasat mata, namun ia hadir di setiap relung hati manusia.
Pertanyaannya, pernahkah kita merasa haus akan ilmu saat ruhiyah kita membutuhkannya?! Atau pernahkah kita merasakan kesejukan dikala kita tengah berusaha untuk menimba ilmu?! Jika itu belum pernah dirasakan, koreksi dirimu mulai dari sekarang kawan. Bisa jadi itu karena kabel fitrah kita belum terpasang dengan baik sehingga tak mampu menangkap sinyal kebaikan dengan sigap. Ada permasalahan dalam hatimu kawan. Makanan yang seharusnya lezat, namun kiranya lidah tak sanggup merasakannya. Kembalilah ke jalan yang AllahI ridhai, pelajari Islam dengan benar, ikuti sunnah nabi-Nyar dan para sahabatU, serta senantiasalah berkumpul bersama orang-orang yang sholih. Kami harap sentuhan nasehat ini mampu menggerakkan hati setiap pembacanya untuk kembali bangga kepada akhlak Islam yang lembut, selembut embun di pagi hari. Dan mampu menyejukkan hati bagi jiwa-jiwa yang gersang, seperti kabut yang menyelimuti perkampungan yang tandus. Berdoalah agar Allah istiqomahkan kita untuk selalu bersama berada diatas agama Islam yang mulia nan agung. Allahu a’lam

Olah Raga Muslimah


Secara umum tidak ada keterangan ilmiah yang membatasi wanita dalam berolah raga.
Islam juga tidak melarang , bahkan menganjurkan wanita-wanita muslimah untuk berolah raga. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengajak Aisyah radhiyallahu ‘anha berlomba lari, sebagaimana Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah berkata :
“Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam mengajakku lomba lari dan aku mengalahkannya. Kemudian aku berdiam diri sampai aku menjadi gemuk. Kemudian Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam mengajakku lomba lari dan beliau mengalahkanku. Beliau bersabda : ‘Ini sebagai balasan dari lomba yang lalu.’”
Kita bisa melakukan olah raga apa saja (1). Secara umum tidak ada pembedaan ini olah raga maskulin (sehingga hanya cocok untuk pria)  dan ini olah raga feminin (sehingga hanya cocok untuk wanita). Karena tujuan olah raga bermuara pada satu tujuan yaitu mencapai kondisi tubuh yang fit. Tidak terkotak-kotak berdasarkan jenis kelamin karena masing-masing olahraga memiliki karakteristik. Sebagai contoh, renang sangat baik untuk melatih kekuatan paru-paru, sehingga penderita asma-baik pria atau wanita- dianjurkan rutin olah raga renang.
Ketika muncul pertanyaan “Apa sih olahraga yang cocok buat muslimah?”, maka jwabannya bisa bervariasi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing. Namun, ada panduan penting dalam memilih yaitu:
  1. Niatkan sebagai sarana memperbaiki kualitas ibadah kita kepada Allah ta’ala. Baik itu ibadah dalam artian khusus (misal, shalat, dll) atau ibadah dalam artian umum (misal, suami mencari nafkah, istri mengurus rumah, dll)
  2. Sesuaikan dengan kondisi fisik saat itu. Jika kita pemula atau baru sembuh dari sakit, pilih olah raga yang ringan, seperti stretching (peregangan), jalan sehat, dll. Kemudian setelah tubuh sudah beradaptasi dengan kebiasaan ini, naikkan frekuensi, variasi, ataupun tingkat berat-ringannya secara bertahap.
  3. Tentukan target yang spesifik..
    Contoh target kurang spesifik: “Tubuh saya jadi lebih segar”
    Contoh target spesifik:“Satu bulan ke depan saya harus kuat jalan kaki 1 km dalam 3 menit”
  4. Sesuaikan dengan minat. Kalau tidak suka olah raga air, renang bisa diganti dengan senam pernafasan untuk melatih kekuatan paru-paru. Tenis bisa diganti bulu tangkis, dll.
Apapun pilihan olah raga kita, pastikan ketika menjalani olahraga itu dengan niat lurus, aurat dan kehormatan kita sebagai muslimah tetap terjaga dan terpelihara.
***
(1)  Pilah baik-baik antara olah raga yang memberi efek positif bagi vitalitas tubuh dan olah raga secara penamaan saja. Misal, jogging termasuk olahraga yang positif, adapun tinju (saya kira) lebih dominan kekerasannya dari pada olah raga, meskipun umum tinju dikategorikan sebagai olah raga.

artikel muslimah.or.id

Ibumu… Kemudian Ibumu… Kemudian Ibumu…

وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَاناً حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهاً وَوَضَعَتْهُ كُرْهاً وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْراً حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحاً تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo’a: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri ni’mat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai. berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (Qs. Al-Ahqaaf : 15)
Ayat diatas menjelaskan akan hak ibu terhadap anaknya. Ketahuilah, bahwasanya ukuran terendah mengandung sampai melahirkan adalah 6 bulan (pada umumnya adalah 9 bulan 10 hari), ditambah 2 tahun menyusui anak, jadi 30 bulan. Sehingga tidak bertentangan dengan surat Luqman ayat 14 (Lihat Tafsiir ibni Katsir VII/280)
وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْناً عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun . Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (Qs. Luqman : 14)
Dalam ayat ini disebutkan bahwa ibu mengalami tiga macam kepayahan, yang pertama adalah hamil, kemudian melahirkan dan selanjutnya menyusui. Karena itu kebaikan kepada ibu tiga kali lebih besar daripada kepada ayah. Sebagaimana dikemukakan dalam sebuah hadits,
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ :يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ، قَالَ أَبُوْكَ
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, belia berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.’” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)
Imam Al-Qurthubi menjelaskan, “Hadits tersebut menunjukkan bahwa kecintaan dan kasih sayang terhadap seorang ibu, harus tiga kali lipat besarnya dibandingkan terhadap seorang ayah. Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menyebutkan kata ibu sebanyak tiga kali, sementara kata ayah hanya satu kali. Bila hal itu sudah kita mengerti, realitas lain bisa menguatkan pengertian tersebut. Karena kesulitan dalammenghadapi masa hamil, kesulitan ketikamelahirkan, dan kesulitan pada saat menyusui dan merawat anak, hanya dialami oleh seorang ibu. Ketiga bentuk kehormatan itu hanya dimiliki oleh seorang ibu, seorang ayah tidak memilikinya. (Lihat Tafsir Al-Qurthubi X : 239. al-Qadhi Iyadh menyatakan bahwa ibu memiliki keutamaan yang lebih besar dibandingkan ayah)
Begitu pula dengan Imam Adz-Dzahabi rahimahullaah, beliauberkata dalam kitabnya Al-Kabaair,
Ibumu telah mengandungmu di dalam perutnya selama sembilan bulan, seolah-olah sembilan tahun.
Dia bersusah payah ketika melahirkanmu yang hampir saja menghilangkan nyawanya.
Dia telah menyusuimu dari putingnya, dan ia hilangkan rasa kantuknya karena menjagamu.
Dia cuci kotoranmu dengan tangan kirinya, dia lebih utamakan dirimu dari padadirinya serta makanannya.
Dia jadikan pangkuannya sebagai ayunan bagimu.
Dia telah memberikanmu semua kebaikan dan apabila kamu sakit atau mengeluh tampak darinya kesusahan yang luar biasa dan panjang sekali kesedihannya dan dia keluarkan harta untuk membayar dokter yang mengobatimu.
Seandainya dipilih antara hidupmu dan kematiannya, maka dia akan meminta supaya kamu hidup dengan suaranya yang paling keras.
Betapa banyak kebaikan ibu, sedangkan engkau balas dengan akhlak yang tidak baik.
Dia selalu mendo’akanmu dengan taufik, baik secara sembunyi maupun terang-terangan.
Tatkala ibumu membutuhkanmu di saat dia sudah tua renta, engkau jadikan dia sebagai barang yang tidak berharga di sisimu.
Engkau kenyang dalam keadaan dia lapar.
Engkau puas minum dalam keadaan dia kehausan.
Engkau mendahulukan berbuat baik kepada istri dan anakmu dari pada ibumu.
Engkau lupakan semua kebaikan yang pernah dia perbuat.
Berat rasanya atasmu memeliharanya padahal itu adalah urusan yang mudah.
Engkau kira ibumu ada di sisimu umurnya panjang padahal umurnya pendek.
Engkau tinggalkan padahal dia tidak punya penolong selainmu.
Padahal Allah telah melarangmu berkata ‘ah’ dan Allah telah mencelamu dengan celaan yang lembut.
Engkau akan disiksa di dunia dengan durhakanya anak-anakmu kepadamu.
Allah akan membalas di akhirat dengan dijauhkan dari Allah Rabbul ‘aalamin.
(Akan dikatakan kepadanya),
ذَلِكَ بِمَا قَدَّمَتْ يَدَاكَ وَأَنَّ اللَّهَ لَيْسَ بِظَلَّامٍ لِّلْعَبِيدِ
“Yang demikian itu, adalah disebabkan perbuatan yang dikerjakan oleh kedua tangan kamu dahulu dan sesungguhnya Allah sekali-kali bukanlah penganiaya hamba-hamba-Nya”. (QS. Al-Hajj : 10)
(Al-Kabaair hal. 53-54, Maktabatush Shoffa, Dar Albaian)
Demikianlah dijelaskan oleh Imam Adz-Dzahabi tentang besarnya jasa seorang ibu terhadap anak dan menjelaskan bahwa jasa orang tua kepada anak tidak bisa dihitung.
Yah, kita mungkin tidak punya kapasitas untuk menghitung satu demi satu hak-hak yang dimiliki seorang ibu. Islam hanya menekankan kepada kita untuk sedapat mungkin menghormati, memuliakan dan menyucikan kedudukan sang ibu dengan melakukan hal-hal terbaik yang dapat kita lakukan, demi kebahagiannya.

Contoh manusia terbaik yang berbakti kepada Ibunya
Dari Abi Burdah, ia melihat Ibnu ‘Umar dan seorang penduduk Yaman yang sedang thawaf di sekitar Ka’bah sambil menggendong ibunya di punggungnya. Orang yaman itu bersenandung,
إِنِّي لَهَا بَعِيْرُهَا الْمُـذِلَّلُ – إِنْ أُذْعِرْتُ رِكَابُهَا لَمْ أُذْعَرُ
Sesungguhnya diriku adalah tunggangan ibu yang sangat patuh.
Apabila tunggangan yang lain lari, maka aku tidak akan lari.
Orang itu lalu bertanya kepada Ibn Umar, “Wahai Ibnu Umar, apakah aku telah membalas budi kepadanya?” Ibnu Umar menjawab, “Engkau belum membalas budinya, walaupun setarik napas yang ia keluarkan ketika melahirkan.” (Adabul Mufrad no. 11;  Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Dalam sebuah riwayat diterangkan:
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya seseorang mendatanginya lalu berkata: bahwasanya aku meminang wanita, tapi ia enggan menikah denganku. Dan ia dipinang orang lain lalu ia menerimanya. Maka aku cemburu kepadanya lantas aku membunuhnya. Apakah aku masih bisa bertaubat? Ibnu Abbas berkata: apakah ibumu masih hidup? Ia menjawab: tidak. Ibnu Abbas berkata: bertaubatlah kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan dekatkanlah dirimu kepadaNya sebisamu. Atho’ bin Yasar berkata: maka aku pergi menanyakan kepada Ibnu Abbas kenapa engkau tanyakan tentang kehidupan ibunya? Maka beliau berkata: ‘Aku tidak mengetahui amalan yang paling mendekatkan diri kepada Allah ta’ala selain berbakti kepada ibu’. (Hadits ini dikeluarkan juga oleh Al Baihaqy di Syu’abul Iman (7313), dan Syaikh Al Albany menshahihkannya, lihat As Shohihah (2799))
Pada hadits di atas dijelaskan bahwasanya berbuat baik kepada ibu adalah ibadah yang sangat agung, bahkan dengan berbakti kepada ibu diharapkan bisa membantu taubat seseorang diterima Allah ta’ala. Seperti dalam riwayat di atas, seseorang yang melakukan dosa sangat besar yaitu membunuh, ketika ia bertanya kepada Ibnu Abbas, apakah ia masih bisa bertaubat, Ibnu Abbas malah balik bertanya apakah ia mempunyai seorang ibu, karena menurut beliau berbakti atau berbuat baik kepada ibu adalah amalan paling dicintai Allah sebagaimana sebagaimana membunuh adalah termasuk dosa yang dibenci Allah.
Berbuat baik kepada ibu adalah amal sholeh yang sangat bermanfa’at untuk menghapuskan dosa-dosa. Ini artinya, berbakti kepada ibu merupakan jalan untuk masuk surga.

Jangan Mendurhakai Ibu
Dalam sebuah hadits Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,
عن المغيرة بن شعبة قال : قال النبي صلى الله عليه و سلم : إن الله حرم عليكم عقوق الأمهات ووأد البنات ومنع وهات . وكره لكم قيل وقال وكثرة السؤال وإضاعة المال
“Sesungguhnya Allah Ta’ala mengharamkan kalian berbuat durhaka kepada ibu-ibu kalian, mengubur anak perempuan hidup-hidup, menolak kewajiban dan menuntut sesuatu yang bukan menjadi haknya. Allah juga membenci jika kalian menyerbarkan kabar burung (desas-desus), banyak bertanya, dan menyia-nyiakan harta.” (Hadits shahih, riwayat Bukhari, no. 1407; Muslim, no. 593, Al-Maktabah Asy-Syamilah)
Ibnu Hajar memberi penjelasan sebagai berikut, “Dalam hadits ini disebutkan ‘sikap durhaka’ terhadap ibu, karena perbuatan itu lebih mudah dilakukan terhadap seorang ibu. Sebab,ibu adalah wanita yang lemah. Selain itu, hadits ini juga memberi penekanan, bahwa berbuat baik kepada itu harus lebih didahulukan daripada berbuat baik kepada seorang ayah, baik itu melalui tutur kata yang lembut, atau limpahan cinta kasih yang mendalam.” (Lihat Fathul Baari V : 68)
Sementara, Imam Nawawi menjelaskan, “Di sini, disebutkan kata ‘durhaka’ terhadap ibu, karena kemuliaan ibu yang melebihi kemuliaan seorang ayah.” (Lihat Syarah Muslim XII : 11)

Buatlah Ibu Tertawa
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : جئْتُ أبَايِعُكَ عَلَى الْهِجْرَةِ، وَتَرَكْتُ أَبَوَيَّ يَبْكِيَانِ، فَقَالَ : ((اِرْخِعْ عَلَيْهِمَا؛ فَأَضْحِكْهُمَا كَمَا أَبْكَيْتَهُمَا))
“Seseorang datang kepada Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Aku akan berbai’at kepadamu untuk berhijrah, dan aku tinggalkan kedua orang tuaku dalam keadaan menangis.” Rasulullah Shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kembalilah kepada kedua orang tuamu dan buatlah keduanya tertawa sebagaimana engkau telah membuat keduanya menangis.” (Shahih : HR. Abu Dawud (no. 2528), An-Nasa-i (VII/143), Al-Baihaqi (IX/26), dan Al-Hakim (IV/152)

Jangan Membuat Ibu Marah
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ : رِضَا الرَّبِّ فِي رِضَاالْوَالِدِ، وَسَخَطُ الرَّبِّ فِي سَخَطِ الْوَلَدِ.
“Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, ia berkata, “Ridha Allah tergantung ridha orang tua dan murka Allah tergantung murka orang tua. (Adabul Mufrod no. 2. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan jika sampai pada sahabat, namun shahih jika sampai pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam)
Kandungan hadits diatas ialah kewajiban mencari keridhaan kedua orang tua sekaligus terkandung larangan melakukan segala sesuatu yang dapat memancing kemurkaan mereka.
Seandainya ada seorang anak yang durhaka kepada ibunya, kemudian ibunya tersebut mendo’akan kejelekan, maka do’a ibu tersebut akan dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana dalam hadits yang shahih Nabi Shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ، لاَ شَكَّ فِيْهِنَّ: دَعْوَةُ الْوَالِدِ عَلَى وَلَدِهِ، وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ، وَدَعْوَةُ الْمَظْلُوْمِ.
“Ada tiga do’a yang dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala yang tidak diragukan tentang do’a ini: (1) do’a kedua orang tua terhadap anaknya, (2) do’a musafir-orang yang sedang dalam perjalanan-, (3) do’a orang yang dizhalimin.” (Hasan : HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad (no. 32, 481/Shahiih Al-Adabil Mufrad (no. 24, 372))
Jika seorang ibu meridhai anaknya, dan do’anya mengiringi setiap langkah anaknya, niscaya rahmat, taufik dan pertolongan Allah akan senantiasa menyertainya. Sebaliknya, jika hati seorang ibu terluka, lalu ia mengadu kepada Allah, mengutuk anaknya. Cepat atau lambat, si anak pasti akan terkena do’a ibunya. Wal iyyadzubillaah..
Saudariku…jangan sampai terucap dari lisan ibumu do’a melainkan kebaikan dan keridhaan untukmu. Karena Allah mendengarkan do’a seorang ibu dan mengabulkannya. Dan dekatkanlah diri kita pada sang ibu, berbaktilah, selagi masih ada waktu…
والله الموفّق إلى أقوم الطريق
وصلى الله وسلم على نبينا وعلى آله وأصحابه ومن اتّبعهم بإحسان الى يوم الدين
***
Artikel muslimah.or.id
Penulis : Hilda Ummu Izzah
Muraja’ah : Ustadz Ammi Nur Baits

Bagaimana Aku Menjadi Orang Yang Mukhlis Dalam Setiap Amalku

Setan senantiasa menghadang langkah manusia untuk merusak amal shalih mereka, dan seorang mukmin akan senantiasa dalam jihad melawan iblis musuhnya hingga ia berjumpa dengan Rabb- Nya kelak dalam keadaan beriman dan ikhlas semata karena-Nya dalam setiap amalnya. Diantara hal-hal yang dapat menimbulkan keikhlasan adalah:
  1. Doa
    Hidayah semua ada di tangan Allah dan hati manusia berada diantara dua jari dari jari-jemari Allah Yang Maha Pengasih, Ia membolak-balikkannya sesuai dengan kehendak-Nya. Oleh karena itu, kembalilah kepada Dzat yang seluruh hidayah berada di tangan-Nya, tampakkanlah rasa butuh dan kehinaanmu kepada-Nya, mintalah dari-Nya keikhlasan senantiasa.
    Konon do’a ‘Umar Ibnul Khatthab radhiyallahu ‘anhu yang paling sering ia ucapkan ialah:
    “Ya Allah jadikanlah amalku shalih semuanya, dan jadikanlah ia ikhlas karena-Mu, dan janganlah Engkau jadikan untuk seseorang dari amal itu sedikitpun”.
  2. Menyembunyikan amal
    Semakin tersembunyi suatu amalan -yang memang dianjurkan untuk disembunyikan- maka besar pula peluangnya untuk diterima dan semakin kuat pula untuk dilakukan dengan ikhlas. Orang yang benar-benar ikhlas suka untuk menyembunyikan amalnya sebagaimana ia suka untuk menutup-nutupi kejelekannya, sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihin wa sallam:
    سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ: الْإِمَامُ الْعَادِلُ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ رَبِّهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَا
    “Ada tujuh golongan yang Allah akan menaungi mereka di bawah naungan-Nya di hari tiada naungan selain naungan-Nya: pemimpin yang adil, seorang pemuda yang dibesarkan dalam nuansa beribadah kepada Allah, seorang laki-laki yang hatinya selalu terikat dengan masjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah, keduanya bertemu dan berpisah karena-Nya, seorang laki-laki yang diajak berzina oleh wanita yang cantik dan terpandang lalu(menolaknya dan) mengatakan:”Aku takut kepada Allah”, dan seseorang yang bersedekah dengan sesuatu lalu ia berusaha menutupinya sampai-sampai tangan kirinya tidak tahu apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya.”(Muttafaq ‘alaih)
    Bisyr Ibnul Harits berkata: “Jangan kau beramal supaya dikenang. Sembunyikanlah kebaikanmu seperti kamu menyembunyikan kejelekanmu”. Oleh karena itu shalat sunnah di malam hari lebih diutamakan dari pada yang di siang hari, seperti diutamakannya istigfar di waktu sahur dibanding dengan waktu-waktu lainnya karena yang demikian itu lebih bersembunyi dan lebih dekat dengan keikhlasan.
  3. Memperhatikan amalan mereka yang lebih baik
    Dalam beramal shalih jangan memperhatikan amalan orang-orang di zamanmu yang tertinggal olehmu dalam berlomba-lomba mendapat kebaika, namun berkeinginanlah untuk selalu meneladani para Nabi ‘alaihissalamdan orang-orang shalih.Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
    أُولَئِكَ الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ فَبِهُدَاهُمُ اقْتَدِهِ قُلْ لا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِنْ هُوَ إِلا ذِكْرَى لِلْعَالَمِينَ
    “Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka. Katakanlah, ‘Aku tidak meminta upah kepadamu dalam menyampaikan (Al- Qur’an)’. Al- Qur’an itu tidak lain hanyalah peringatan untuk segala ummat.” (QS. Al- An’aam:90)
    Bacalah biografi orang-orang shalih dari kalangan para ulama’, ahli ibadah, orang-orang terpandang, dan orang-orang yang zuhud karena hal itu lebih berkesan untuk menambah keimanan dalam hati.
  4. Memandang remeh apa yang telah diamalkan
    Adalah sebuah kekeliruan tatkala seseorang merasa ridha terhadapa dirinya. Orang yang memandang dirinya dengan penuh keridhaan berarti telah membinasakan dirinya sendiri dan orang yang memandang amalnya dengan rasa kagum berarti telah mengikis keikhlasannya, atau bahkan keikhlasan itu telah tercabut darinya dan amalnya pun berguguran satu persatu.Sa’id bin Jubair berkata, “Ada seseorang yang masuk surga karena sebuah kemaksiatan yang dilakukannya dan ada seseorang yang masuk neraka karena sebuah kebaikan yang dilakukannya”, orang-orang pun bertanya keheranan: “Bagaimana bisa begitu?” Maka lanjutnya, “Seseorang melakukan kemaksiatan kemudian setelah itu ia senantiasa takut dan cemas terhadap siksa Allah karena dosanya itu, kemudian ia menghadap Allah lalu Allah mengampuninya karena rasa takutnya kepada-Nya dan seseorang berbuat suatu kebaikan lalu ia senantiasa mengaguminya, kemudian ia pun menghadap kepada Allah dengan sikapnya itu maka Allah pun mecampakkannya ke dalam neraka”.
  5. Khawatir kalau-kalau amalnya tidak diterima
    Anggap remehlah semua amalan yang telah Anda perbuat kemudian jadilah Anda orang yang senantiasa khawatir kalau-kalau amal Anda tidak diterima.Konon para Salaf sering mengucapkan do’a mereka:
    “Ya Allah kami memohon agar Engkau mengaruniai kami amal shalih dan menjaganya”.
    Diantara bentuk penjagaan tersebut ialah sirnanya sikap kagum dan bangga terhadap amalan pribadi, namun justru rasa khawatirlah yang tersisa kalau-kalau amalnya belum diterima.
    Allah berfirman:
    وَلا تَكُونُوا كَالَّتِي نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ أَنْكَاثًا تَتَّخِذُونَ أَيْمَانَكُمْ دَخَلا بَيْنَكُمْ أَنْ تَكُونَ أُمَّةٌ هِيَ أَرْبَى مِنْ أُمَّةٍ إِنَّمَا يَبْلُوكُمُ اللَّهُ بِهِ وَلَيُبَيِّنَنَّ لَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ
    “Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan sumpah (perjanjian) mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Sesungguhnya Allah hanya menguji kamu dengan hal itu. Dan sesungguhnya di hari Kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu.”(QS. An-Nahl: 92)
    Ibnu Katsir menjelaskan dalam tafsirnya, “Yaitu mereka memberikan suatu pemberian dengan rasa khawatir dan resah kalau-kalau pemberian mereka tidak diterima, berangkat dari kekhawatiran mereka kalau mereka belum benar-benar memenuhi syarat diterimanya suatu pemberian”.
    Al-Imam Ahmad bin Hambal dan At- Tirmidzi meriwayatkan bahwa Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: “Ya Rasulullah, (firman Allah yang berbunyi):
    وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ
    “Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Rabb mereka.” (QS. al- Mukminun: 60)
    Apakah orang itu orang yang kerjaanya mencuri, berzina dan meminum khamr lalu ia takut bila bertemu dengan Allah kelak?” Rasululah shallallhu ‘alaihi wasallam menjawab, “Bukan begitu wahai puteri Ash-Shiddiq! Akan tetapi mereka adalah orang yang senantiasa shalat, puasa dan bersedekah, tetapi mereka khawatir kalau-kalau amalan mereka tidak diterima Allah” (Lihat Tafsir Ibnu Katsier III/ 248)
    Dan tentunya keikhlasan membutuhkan perjuangan keras baik sebelum beramal, di saat beramal maupun sesudahnya.
  6. Tidak terpengaruh dengan ucapan orang
    Orang yang mendapatkan taufik ialah orang yang tidak terpengaruh dengan pujian orang. Kalau orang-orang memujinya ketika melakukan suatu kebaikan maka hal tersebut justru menjadikannya lebih tawadhu’ dan takut kepada Allah, ia yakin bahwa pujian orang hanyalah ujian belaka baginya, maka ia berdo’a kepada Allah agar menyelamatkannya dari ujian ini, karena tidak ada yang pujiannya bermanfaat dan celaannya berbahaya selain Allah semata.Anggaplah seakan-akan manusia itu seluruhnya adalah penghuni kubur yang tidak dapat mendatangkan manfaat maupun menolak bahaya sedikitpun bagi Anda.
    Ibnul Jauzy berkata: “Bersikap acuh terhadap orang lain serta menghapus pengaruh dari hati mereka dengan tetap beramal shalih disertai dengan niat yang ikhlas dengan berusaha untuk menutup-nutupinya adalah sebab utama yang mengangkat kedudukan orang-orang yang mulia” (Shaidul Khaathir hal. 251)
  7. Senantiasa ingat bahwa surga dan neraka bukan milik manusia
    Apabila seseorang selalu ingat bahwa orang-orang yang selalu menjadi pusat perhatian(niat)nya dalam beramal akan sama-sama berdiri bersamanya di Padang Mahsyar kelak dalam keadaan takut dan telanjang bulat, ia akan sadar bahwa meniatkan suatu amal karena mereka adalah tidak pada tempatnya. Bagaimana tidak? Toh mereka seluruhnya tidak kuasa meringankan atasnya dari kedahsyatan Padang Mahsyar! Bahkan mereka sama-sama berada dalam kegalauan tersebut. Jikalau Anda menyadari akan hal ini, Anda akan sadar pula bahwa mengikhlaskan amal berarti tidak meniatkannya melainkan bagi Dzat yang memilki surga dan neraka semata.Maka wajib atas seorang mukmin untuk meyakini bahwa manusia tidak dapat memasukkan Anda ke dalam surga. Mereka pun tidak akan kuasa mengeluarkan Anda dari neraka ketika Anda meminta mereka untuk itu. Sekalipun seluruh manusia mulai dari Nabi Adam ‘alaihissalam hingga manusia terakhir berkumpul dan berdiri di belakang Anda, mereka tidak akan mampu mendekatkan Anda ke surga selangkah pun! Jadi, apa gunanya menaruh perhatian kepada mereka dalam beramal kalau mereka tidak berguna sedikitpun bagi Anda?
    Ibnu Rajab berkata: “Barangsiapa shalat, shiyam dan berdzikir namun meniatkannya untuk mencari perniagaan dunia, maka tidak ada kebaikan sedikitpun pada orang itu; yang demikian itu karena ia mendapat dosa karenanya sehingga amalan tersebut tidak bermanfaat baginya, dan tidak pula bagi orang lain” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam I/ 67)
    Tambah lagi Anda tidak akan mendapatkan apa yang Anda cita-citakan dari mereka yang menjadi pusat perhatian niat Anda dalam beramal, mereka bukannya memuji Anda namun justru mencela dan mempermalukan Anda di hadapan mereka, hati mereka akan dipenuhi kebencian terhadap Anda.
    Rasulullah bersabda,
    َمَنْ يُرَائِي يُرَائِي اللهُ بِهِ .
    Barangsiapa beramal karena riya’ maka Allah akan memperlihatkan kepada manusia bahwa orang tersebut beramal karena karena riya’.” (HR. Muslim)
    Akan tetapi kalau Anda ikhlas karena Allah, maka Allah akan mencintai Anda dan menjadikan manusia cinta kepada Anda. Allah berfirman:
    إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَيَجْعَلُ لَهُمُ الرَّحْمَنُ وُدًّا
    Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shalih, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam(hati) mereka rasa kasih sayang.”(Qs. Maryam: 96)
  8. Ingatlah bahwa Anda akan berada dalam kubur sendirian
    Jiwa akan menjadi baik bila senantiasa ingat akan tempat kembalinya. Jika seorang hamba ingat bahwa ia akan berbantalkan tanah sendirian dalam kuburnya tanpa ada teman yang menghibur, ingat bahwa tidak ada yang berguna baginya selain amal shalihnya, ingat bahwa seluruh manusia tidak berdaya meringankan sedikitpun siksa kubur darinya, ingat bahwa seluruh urusannya berada di tangan Allah, ketika itulah ia yakin bahwa tidak ada yang dapat menyelamatkannya kecuali dengan mengikhlaskan seluruhnya amalnya hanya kepada Allah Yang Maha Pencipta semata.Ibnul Qayyim berkata: “Bersungguh-sungguh dalam mempersiapkan perjumpaan dengan Allah merupakan bekal paling bermanfaat dan paling menghantarkan seseorang untuk mencapai keistiqomahan karena orang yang siap menghadap Allah hatinya akan terputus dari dunia dan seluruh isinya” (Thariqul Hijratain hal. 297)
***
muslimah.or.id
Diambil dari buku Langkah Pasti Menuju Bahagia (Judul asli خطوات . . الى السعادة ) karya Dr. Abdul Muhsin bin Muhammad Al-Qasim terbitan Daar An-Naba’