Pages

Subscribe:

Menu

Pages

Blogroll

Selasa, 19 Februari 2013

Bebek Busuk Jangan di Ikuti


Kawan pernahkah kita berada dalam suatu barisan yang panjang dalam keadaan gelap gulita tanpa bisa melihat siapa yang ada di barisan depan kita karena saking gelapnya, kita hanya mengikuti suara langkah kakinya tanpa mengetahui maksud dan tujuan utamanya. Tanpa sadar kita telah berada di depan parit yang menganga, satu per satu orang yang berada di depan kita terjerembab dalam parit tersebut hingga kita tinggal menunggu waktu untuk terjebak dalam parit itu. Atau, pernahkah kau melihat daun yang berjatuhan dari ranting pohon di tepi sungai. Perlahan daun-daun itu hanyut terbawa oleh derasnya arus sungai, makin lama kian jauh dari tempat jatuhnya seiring dengan makin derasnya arus yang menyeret, hingga sampailah daun-daun itu pada suatu tebing yang tinggi lagi curam. Hampir pasti semua daun akan jatuh dari tebing yang curam itu bersama derasnya air terjun yang mengalir. Beberapa daun tertahan oleh kokohnya bebatuan sungai hingga perjalanannya terhenti dan tidak turut hanyut sampai tebing yang curam. Namun yang tertahan itu tidak banyak, hanya beberapa helai daun saja. Disadari atau tidak, seperti inilah kondisi saat-saat masa mudamu kawan. Mudah terbawa arus trend masa kini dan cenderung ikut-ikutan. Sayangnya, kita tak mengerti tentang makna dari gaya hidup yang kita tiru itu. Kita menutup mata akan akibat yang disebabkan dari perbuatan meniru budaya suatu kaum, terlebih kaum itu adalah kaum yang sebagian besar penduduknya adalah non-islam. Hingga kita terbuai dibuatnya, seolah menirunya adalah syurga dunia, tak ayal, semua yang berhubungan dengan gaya hidup ala barat pun diikuti dan dibela mati-matian.
      Coba kita tilik kehidupan dari Negara yang kita ikuti kebiasaan hidup dan budayanya. Budaya yang kita bangga dengannya dan kerap diagung-agungkan. Pergaulan bebas seringkali terjadi di kalangan pemudanya hingga menyebabkan hamil di luar nikah, minum minuman keras sudah menjadi teman hidup mereka di saat mereka tengah berada dalam masalah hidup, kekerasan rumah tangga menjadi berita yang selalu hangat disiarkan tiap harinya, juga kerusakan-kerusakan lainnya sudah menjadi hal yang lumrah terjadi disana. Innalillahi… jika keseharian mereka saja demikian, patutkah kita mengekor di belakangnya?! Lalu kenapa kita ngotot ingin meniru kebiasaan mereka yang jauh dari nilai-nilai Islam. Tidakkah kita melihat kerusakan itu kebanyakan disebabkan oleh kaum pemuda?! Jangan hanya karena ingin dibilang keren, lantas serta merta kita menjadi bebek mengekor pada mereka. Benarlah bahwa kemajuan teknologi umumnya datang dari Negara-negara mereka, tapi cukuplah hanya di bidang kemajuan teknologi saja yang kita tiru karena berdakwah saat ini pun tak lepas dari kecanggihan teknologi. Kita masih punya kebudayaaan-kebudayaan agung yang lebih berkah dan diridhoi Sang Pemilik Alam Semesta, yakni kebudayaan Islam. Keseharian dan gaya hidup nabi kita yang patut kita contoh, karena inilah jalan keselamatan, yakni dengan mempelajari, mengamalkan dan mendakwahkan apa yang diwahyukan AllahI kepada rasul-Nya. Bukan amalan yang baik menurut kebanyakan orang, karena sesuatu yang baik menurut kebanyakan orang, belum tentu baik bagi AllahI dan rasul-Nyar. Allah subhanahuwata’ala berfirman, “boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu,” (Albaqarah:216). Tidak ada satu pun kebaikan kecuali telah rasulullah tunjukan kepada umatnya. Pun demikian, tidak ada satu keburukan melainkan telah beliau peringatkan agar tidak dikerjakan oleh umatnya.
Dari Abu Hurairaht Nabi shalallahualaihiwassalam bersabda: “Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jalan generasi sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” Lalu ada yang menanyakan pada rasulullah, “apakah mereka itu mengikuti seperti Persia dan romawi?” beliau menjawab, “Selain mereka, lantas siapa lagi?” (H.R. Bukhari). Dalam riwayat lain, dari Abu Sa'id Alkhudrit ia berkata bahwa Rasulullahr bersabda: “Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhab (lubang hewan tanah yang berliku), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) bertanya, “Apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nasrani?”  beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?” (H.R.Bukhari). Hadits ini memberi gambaran bahwa kelak kebiasaan sebagian kaum muslimin sangat mirip sekali dengan kebiasaan orang-orang Yahudi dan Nasrani. Musibah jika pemuda saat ini membiarkan diri mereka menyerupai kebiasaan-kebiasaan yang bukan datang dari Islam. Mereka menyerupai semua model pakaian yang berasal dari budaya barat. Jika ada model baru, mereka langsung membeli dan memakainya, tanpa memperhitungkan harganya. Parahnya, sebagian orang beranggapan mengikuti perkembangan model pakaian dan tradisi barat adalah sebuah kebutuhan hidup dan tak bisa lepas dari kehidupan seseorang. Tak heran jika perkembangan yang mereka anggap sebagai budaya diikuti hingga teliti. Jika sudah demikian maka dimana kecintaan kita terhadap Islam? dimana kecemburuan kita dengan agama? Dimana prinsip kita untuk komitmen terhadap agama? Sudah menjadi kewajiban bagi kita untuk selalu waspada dan hati-hati agar tidak terjerumus dari perbuatan membebek kebudayaan mereka baik dalam adat istiadat, pakaian maupun cara hidup mereka. Adalah sebuah kewajiban untuk merasa mulia dengan agama yang kita anut, berpegang teguh dengan etika Islam serta melestarikannya dengan cara khas Islam.
AllahI juga berfirman, “(kepada Malaikat diperintahkan): Kumpulkanlah orang-orang yang zhalim beserta teman-teman sejawat mereka” (Ash-Shoffat: 22). Menurut penjelasan sejumlah pakar tafsir, yang dimaksud dengan teman sejawat dalam ayat ini adalah orang-orang yang semisal dengan mereka. Artinya, setiap orang akan dibangkitkan bersama dengan orang-orang yang memiliki amal yang serupa dengan dirinya. Sudikah kiranya kita pada hari kiamat kelak dibangkitkan bersama dengan orang kafir atau bersama dengan pelaku maksiat.
Kawan, sadarlah dengan ancaman pengrusakan ini, jangan kau terlena dengannya. Jangan ikuti sesuatu yang tidak kita ketahui tentangnya, karena setiap tingkah laku akan dimintai pertanggungjawabannya di akherat kelak. Bukankah Allah telah berfirman “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang tidak kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sungguh, pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya” (Al-Isra:36). Jadi sadarlah akan bahaya ini kawan, jangan mudah terpengaruh dan terbawa arus yang mengatasnamakan modernisasi, globalisasi atau trend masa kini. Selamatkan diri dari mengikuti budaya yang jelas-jelas bukan datang dari Islam. Jika terlanjur telah mengikuti kebiasaan buruk itu, tak apa, tinggalkan mulai dari sekarang. Perlahan tapi pasti insyaAllah kita bisa menanggalkannya. Berkawanlah dengan orang-orang yang sering kita menerima nasehat darinya. Tapi juga jangan lupakan teman-teman yang sudah terseret jauh dari akhlak Islam. Rangkul kembali ia, agar bisa bersama-sama mereguk hidayah Islam yang sebenarnya tiap orang membutuhkan siaraman hidayah itu karena setiap tetesnya melegakan dahaga peminumnya.
“Ah, selagi budaya yang diikuti baik, kenapa ngga?”
“Please deh, ini kan zaman modern bro..wajar donk kalo pakaian gw modis & kebarat-baratan?”
“Biarlah apa kata orang, yang penting gw nge-trend?”
Demikian ucapan sebagian pemuda zaman ini yang mengagungkan kebudayaan barat. Hati manusia bisa saja berubah setiap saat dan setiap manusia punya kesempatan merubah hidupnya untuk menjadi lebih baik. Oleh karena itu sadarkan dirimu wahai kawan. Segeralah, Engkau tak punya banyak waktu. Musuh akan datang menghampiri dan menggerus dinding iman kita. Orang yang benar-benar cerdas adalah orang yang menundukkan hawa nafsunya kemudian mempersiapkan bekal untuk kehidupan akherat kelak. Sedangkan orang yang tak berdaya sesungguhnya adalah orang yang hanya memperturutkan keinginan hawa nafsunya dan menggantungkan angan-angannya yang kosong.
Kawan, pernahkah kita pergi ke suatu tempat yang jauh dari tempat tinggal kita kemudian setelah beberapa lama ada kerinduan untuk kembali kepada kampung halaman, semakin hari semakin besar dan membuncah keinginan untuk kembali ke tanah kelahiran. Bahkan kerinduan itu semakin besar saat kita justru semakin menjauh dari kampung halaman kita. Ketahuilah kawan, maka demikian juga dengan kondisi hati yang jauh dari hidayah AllahI. Semakin jauh ia dari cahaya iman maka semakin besar pula keinginan hatinya untuk mencari hidayah. Ibarat bola yang dihentakkan ke tanah, semakin besar daya hentak yang diberikan maka semakin kuat pula lonjakannya. Seperti itulah jika seseorang jauh dari agama, andaipun terlihat ia seperti menikmati kemaksiatannya namun sinyal kebaikannya selalu mengajaknya untuk cenderung kepada kebaikan. Penyimpangan yang dilakukannya menumbuhkan perasaan bersalah terhadap dirinya. Inilah fitrah yang diberikan Allah kepada setiap manusia. Tak bisa dilihat oleh kasat mata, namun ia hadir di setiap relung hati manusia.
Pertanyaannya, pernahkah kita merasa haus akan ilmu saat ruhiyah kita membutuhkannya?! Atau pernahkah kita merasakan kesejukan dikala kita tengah berusaha untuk menimba ilmu?! Jika itu belum pernah dirasakan, koreksi dirimu mulai dari sekarang kawan. Bisa jadi itu karena kabel fitrah kita belum terpasang dengan baik sehingga tak mampu menangkap sinyal kebaikan dengan sigap. Ada permasalahan dalam hatimu kawan. Makanan yang seharusnya lezat, namun kiranya lidah tak sanggup merasakannya. Kembalilah ke jalan yang AllahI ridhai, pelajari Islam dengan benar, ikuti sunnah nabi-Nyar dan para sahabatU, serta senantiasalah berkumpul bersama orang-orang yang sholih. Kami harap sentuhan nasehat ini mampu menggerakkan hati setiap pembacanya untuk kembali bangga kepada akhlak Islam yang lembut, selembut embun di pagi hari. Dan mampu menyejukkan hati bagi jiwa-jiwa yang gersang, seperti kabut yang menyelimuti perkampungan yang tandus. Berdoalah agar Allah istiqomahkan kita untuk selalu bersama berada diatas agama Islam yang mulia nan agung. Allahu a’lam

0 komentar:

Posting Komentar