Kawan pernahkah
kita berada dalam suatu barisan yang panjang dalam keadaan gelap gulita tanpa
bisa melihat siapa yang ada di barisan depan kita karena saking gelapnya, kita
hanya mengikuti suara langkah kakinya tanpa mengetahui maksud dan tujuan
utamanya. Tanpa sadar kita telah berada di depan parit yang menganga, satu per
satu orang yang berada di depan kita terjerembab dalam parit tersebut hingga
kita tinggal menunggu waktu untuk terjebak dalam parit itu. Atau, pernahkah kau
melihat daun yang berjatuhan dari ranting pohon di tepi sungai. Perlahan
daun-daun itu hanyut terbawa oleh derasnya arus sungai, makin lama kian jauh
dari tempat jatuhnya seiring dengan makin derasnya arus yang menyeret, hingga
sampailah daun-daun itu pada suatu tebing yang tinggi lagi curam. Hampir pasti
semua daun akan jatuh dari tebing yang curam itu bersama derasnya air terjun
yang mengalir. Beberapa daun tertahan oleh kokohnya bebatuan sungai hingga
perjalanannya terhenti dan tidak turut hanyut sampai tebing yang curam. Namun
yang tertahan itu tidak banyak, hanya beberapa helai daun saja. Disadari atau
tidak, seperti inilah kondisi saat-saat masa mudamu kawan. Mudah terbawa arus
trend masa kini dan cenderung ikut-ikutan. Sayangnya, kita tak mengerti tentang
makna dari gaya hidup yang kita tiru itu. Kita menutup mata akan akibat yang
disebabkan dari perbuatan meniru budaya suatu kaum, terlebih kaum itu adalah
kaum yang sebagian besar penduduknya adalah non-islam. Hingga kita terbuai
dibuatnya, seolah menirunya adalah syurga dunia, tak ayal, semua yang
berhubungan dengan gaya hidup ala barat pun diikuti dan dibela mati-matian.
Coba kita tilik
kehidupan dari Negara yang kita ikuti kebiasaan hidup dan budayanya. Budaya
yang kita bangga dengannya dan kerap diagung-agungkan. Pergaulan bebas
seringkali terjadi di kalangan pemudanya hingga menyebabkan hamil di luar
nikah, minum minuman keras sudah menjadi teman hidup mereka di saat mereka
tengah berada dalam masalah hidup, kekerasan rumah tangga menjadi berita yang
selalu hangat disiarkan tiap harinya, juga kerusakan-kerusakan lainnya sudah
menjadi hal yang lumrah terjadi disana. Innalillahi… jika keseharian mereka
saja demikian, patutkah kita mengekor di belakangnya?! Lalu kenapa kita ngotot
ingin meniru kebiasaan mereka yang jauh dari nilai-nilai Islam. Tidakkah kita
melihat kerusakan itu kebanyakan disebabkan oleh kaum pemuda?! Jangan hanya
karena ingin dibilang keren, lantas serta merta kita menjadi bebek mengekor
pada mereka. Benarlah bahwa kemajuan teknologi umumnya datang dari Negara-negara
mereka, tapi cukuplah hanya di bidang kemajuan teknologi saja yang kita tiru
karena berdakwah saat ini pun tak lepas dari kecanggihan teknologi. Kita masih
punya kebudayaaan-kebudayaan agung yang lebih berkah dan diridhoi Sang Pemilik
Alam Semesta, yakni kebudayaan Islam. Keseharian dan gaya hidup nabi kita yang
patut kita contoh, karena inilah jalan keselamatan, yakni dengan mempelajari,
mengamalkan dan mendakwahkan apa yang diwahyukan AllahI kepada rasul-Nya. Bukan
amalan yang baik menurut kebanyakan orang, karena sesuatu yang baik menurut
kebanyakan orang, belum tentu baik bagi AllahI dan rasul-Nyar. Allah
subhanahuwata’ala berfirman, “boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu,
padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu
tidak baik bagimu,” (Albaqarah:216). Tidak ada satu pun kebaikan kecuali
telah rasulullah tunjukan kepada umatnya. Pun demikian, tidak ada satu
keburukan melainkan telah beliau peringatkan agar tidak dikerjakan oleh
umatnya.
Dari Abu Hurairaht
Nabi
shalallahualaihiwassalam
bersabda: “Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jalan generasi
sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” Lalu ada yang
menanyakan pada rasulullah, “apakah mereka itu mengikuti seperti Persia dan
romawi?” beliau menjawab, “Selain mereka, lantas siapa lagi?” (H.R.
Bukhari). Dalam riwayat lain, dari Abu Sa'id Alkhudrit ia berkata bahwa
Rasulullahr bersabda: “Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang
sebelum kalian sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta sampai jika
orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhab (lubang hewan tanah yang
berliku), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) bertanya,
“Apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nasrani?” beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?”
(H.R.Bukhari). Hadits ini memberi gambaran bahwa kelak kebiasaan sebagian kaum
muslimin sangat mirip sekali dengan kebiasaan orang-orang Yahudi dan Nasrani.
Musibah jika pemuda saat ini membiarkan diri mereka menyerupai
kebiasaan-kebiasaan yang bukan datang dari Islam. Mereka menyerupai semua model
pakaian yang berasal dari budaya barat. Jika ada model baru, mereka langsung
membeli dan memakainya, tanpa memperhitungkan harganya. Parahnya, sebagian
orang beranggapan mengikuti perkembangan model pakaian dan tradisi barat adalah
sebuah kebutuhan hidup dan tak bisa lepas dari kehidupan seseorang. Tak heran
jika perkembangan yang mereka anggap sebagai budaya diikuti hingga teliti. Jika
sudah demikian maka dimana kecintaan kita terhadap Islam? dimana kecemburuan
kita dengan agama? Dimana prinsip kita untuk komitmen terhadap agama? Sudah
menjadi kewajiban bagi kita untuk selalu waspada dan hati-hati agar tidak
terjerumus dari perbuatan membebek kebudayaan mereka baik dalam adat istiadat,
pakaian maupun cara hidup mereka. Adalah sebuah kewajiban untuk merasa mulia
dengan agama yang kita anut, berpegang teguh dengan etika Islam serta
melestarikannya dengan cara khas Islam.
AllahI juga
berfirman, “(kepada Malaikat diperintahkan): Kumpulkanlah orang-orang yang
zhalim beserta teman-teman sejawat mereka” (Ash-Shoffat: 22). Menurut
penjelasan sejumlah pakar tafsir, yang dimaksud dengan teman sejawat dalam ayat
ini adalah orang-orang yang semisal dengan mereka. Artinya, setiap orang akan
dibangkitkan bersama dengan orang-orang yang memiliki amal yang serupa dengan
dirinya. Sudikah kiranya kita pada hari kiamat kelak dibangkitkan bersama
dengan orang kafir atau bersama dengan pelaku maksiat.
Kawan, sadarlah
dengan ancaman pengrusakan ini, jangan kau terlena dengannya. Jangan ikuti
sesuatu yang tidak kita ketahui tentangnya, karena setiap tingkah laku akan
dimintai pertanggungjawabannya di akherat kelak. Bukankah Allah
telah berfirman “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang
tidak kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sungguh, pendengaran,
penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya”
(Al-Isra:36). Jadi sadarlah akan bahaya ini kawan, jangan mudah terpengaruh dan
terbawa arus yang mengatasnamakan modernisasi, globalisasi atau trend masa
kini. Selamatkan diri dari mengikuti budaya yang jelas-jelas bukan datang dari
Islam. Jika terlanjur telah mengikuti kebiasaan buruk itu, tak apa, tinggalkan
mulai dari sekarang. Perlahan tapi pasti insyaAllah kita bisa menanggalkannya.
Berkawanlah dengan orang-orang yang sering kita menerima nasehat darinya. Tapi
juga jangan lupakan teman-teman yang sudah terseret jauh dari akhlak Islam.
Rangkul kembali ia, agar bisa bersama-sama mereguk hidayah Islam yang
sebenarnya tiap orang membutuhkan siaraman hidayah itu karena setiap tetesnya
melegakan dahaga peminumnya.
“Ah, selagi budaya yang diikuti baik, kenapa ngga?”
“Please deh, ini kan zaman modern bro..wajar donk kalo
pakaian gw modis & kebarat-baratan?”
“Biarlah apa kata orang, yang penting gw nge-trend?”
Demikian ucapan
sebagian pemuda zaman ini yang mengagungkan kebudayaan barat. Hati manusia bisa
saja berubah setiap saat dan setiap manusia punya kesempatan merubah hidupnya
untuk menjadi lebih baik. Oleh karena itu sadarkan dirimu wahai kawan.
Segeralah, Engkau tak punya banyak waktu. Musuh akan datang menghampiri dan
menggerus dinding iman kita. Orang yang benar-benar cerdas adalah orang yang
menundukkan hawa nafsunya kemudian mempersiapkan bekal untuk kehidupan akherat
kelak. Sedangkan orang yang tak berdaya sesungguhnya adalah orang yang hanya memperturutkan
keinginan hawa nafsunya dan menggantungkan angan-angannya yang kosong.
Kawan, pernahkah
kita pergi ke suatu tempat yang jauh dari tempat tinggal kita kemudian setelah
beberapa lama ada kerinduan untuk kembali kepada kampung halaman, semakin hari
semakin besar dan membuncah keinginan untuk kembali ke tanah kelahiran. Bahkan
kerinduan itu semakin besar saat kita justru semakin menjauh dari kampung
halaman kita. Ketahuilah kawan, maka demikian juga dengan kondisi hati yang
jauh dari hidayah AllahI. Semakin jauh ia dari cahaya iman maka semakin besar
pula keinginan hatinya untuk mencari hidayah. Ibarat bola yang dihentakkan ke
tanah, semakin besar daya hentak yang diberikan maka semakin kuat pula
lonjakannya. Seperti itulah jika seseorang jauh dari agama, andaipun terlihat
ia seperti menikmati kemaksiatannya namun sinyal kebaikannya selalu mengajaknya
untuk cenderung kepada kebaikan. Penyimpangan yang dilakukannya menumbuhkan
perasaan bersalah terhadap dirinya. Inilah fitrah yang diberikan Allah kepada
setiap manusia. Tak bisa dilihat oleh kasat mata, namun ia hadir di setiap
relung hati manusia.
Pertanyaannya,
pernahkah kita merasa haus akan ilmu saat ruhiyah kita membutuhkannya?! Atau
pernahkah kita merasakan kesejukan dikala kita tengah berusaha untuk menimba
ilmu?! Jika itu belum pernah dirasakan, koreksi dirimu mulai dari sekarang
kawan. Bisa jadi itu karena kabel fitrah kita belum terpasang dengan baik
sehingga tak mampu menangkap sinyal kebaikan dengan sigap. Ada permasalahan
dalam hatimu kawan. Makanan yang seharusnya lezat, namun kiranya lidah tak
sanggup merasakannya. Kembalilah ke jalan yang AllahI ridhai, pelajari Islam
dengan benar, ikuti sunnah nabi-Nyar dan para sahabatU, serta senantiasalah
berkumpul bersama orang-orang yang sholih. Kami harap sentuhan nasehat ini
mampu menggerakkan hati setiap pembacanya untuk kembali bangga kepada akhlak
Islam yang lembut, selembut embun di pagi hari. Dan mampu menyejukkan hati bagi
jiwa-jiwa yang gersang, seperti kabut yang menyelimuti perkampungan yang
tandus. Berdoalah agar Allah istiqomahkan kita untuk selalu bersama berada
diatas agama Islam yang mulia nan agung. Allahu a’lam
0 komentar:
Posting Komentar